Jakarta || Di tengah gedung megah DPR RI yang penuh sejarah dan hiruk-pikuk politik nasional, seorang tokoh dari timur Indonesia berdiri t...
Jakarta || Di tengah gedung megah DPR RI yang penuh sejarah dan hiruk-pikuk politik nasional, seorang tokoh dari timur Indonesia berdiri tegak, menyuarakan sesuatu yang terdengar sederhana, namun sangat mendasar: Papua Tengah butuh kantor Gubernur.
Namanya Deinas Geley — Wakil Gubernur pertama Papua Tengah. Suaranya tenang tapi berisi. Di hadapan Komisi II DPR RI, ia tidak hanya bicara tentang anggaran dan kebijakan.
Ia membawa suara dari tanah kelahirannya, dari masyarakat yang masih harus menempuh perjalanan berjam-jam untuk sekadar mengurus dokumen resmi, dari ASN yang bekerja di ruang-ruang sewa, dan dari anak-anak Papua yang bermimpi melihat pemerintah hadir nyata di depan mata mereka.
“Pelayanan publik yang baik tak bisa berjalan di ruang pinjam,” katanya tegas, menatap para anggota dewan. “Kami butuh rumah sendiri. Sebuah pusat pemerintahan yang layak, agar rakyat tahu ke mana mereka datang saat butuh negara.”
Sebuah Provinsi Tanpa Kantor
Papua Tengah memang masih belia. Diresmikan pada 2022 sebagai bagian dari kebijakan Daerah Otonomi Baru (DOB), provinsi ini belum memiliki fasilitas pemerintahan permanen. Kantor Gubernur, pusat administrasi, bahkan rumah dinas pimpinan daerah — semuanya masih dalam tahap rencana atau sementara.
Di balik data dan angka, terdapat kenyataan sehari-hari yang menantang. Koordinasi antarinstansi berlangsung dalam keterbatasan. Pelayanan publik dilakukan di gedung-gedung pinjaman. Sementara itu, warga mulai bertanya: “Kapan Papua Tengah benar-benar berdiri di atas kakinya sendiri?”
Itulah yang dibawa Deinas ke Jakarta — bukan sekadar proposal pembangunan, tapi permohonan yang mengandung marwah rakyat.
Lima Fokus, Satu Tujuan
Dalam rapat itu, Deinas juga memaparkan lima prioritas pembangunan Papua Tengah: penguatan SDM, pembangunan infrastruktur konektivitas, perbaikan tata kelola pemerintahan, pemanfaatan Dana Transfer Pusat ke Daerah, serta peningkatan sektor pendidikan dan kesehatan.
Namun, tanpa kantor pusat pemerintahan yang memadai, semua itu bagaikan rumah tanpa fondasi.
“Kita ingin membangun dari bawah. Dari manusia, dari jalan, dari tata kelola. Tapi semuanya harus berpusat pada tempat yang bisa kita sebut ‘rumah pemerintah’. Tanpa itu, semuanya limbung.”.
Dukungan dari Gedung DPR
Pernyataan Deinas tidak dibiarkan menggantung di ruang sidang. Ketua Komisi II DPR RI, M. Rifqinizamy Karsayuda, memberikan respons positif. Ia menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur pemerintahan di DOB, termasuk Papua Tengah, adalah tanggung jawab bersama.
Komitmen itu menjadi sinyal penting bahwa suara dari timur tidak lagi dianggap gema yang redup. Kini, ia mulai didengar sebagai dentuman yang harus segera ditindaklanjuti.
Tantangan Papua Tengah tidak berhenti di soal kantor. Di balik semangat otonomi baru, tersembunyi pekerjaan rumah besar: mendirikan sistem birokrasi yang bersih, membangun jalan-jalan penghubung antarwilayah, meningkatkan kapasitas ASN, serta mewujudkan pendidikan dan layanan kesehatan yang setara.
Namun semua perjalanan besar harus dimulai dari langkah pertama. Dan menurut Deinas Geley, langkah pertama itu adalah membangun rumah bagi pemerintah.
Permintaan Deinas tak muluk-muluk. Pihaknya hanya ingin rakyat tahu ke mana mereka harus mengadu. Mereka ingin Papua Tengah punya wajah, bukan hanya nama di peta.*
Tidak ada komentar